Dapatkah sekolah mengubah masyarakat? pertanyaan inilah yang menjadi muara dari buku yang cukup tebal yang ditulis Michael W. Apple dengan judul Ideologi dan Kurikulum (2021).
Apa yang menjadi temuan-temuan Apple dalam buku ini semakin memperjelas dan memperkokoh kajian yang ditulis oleh Paulo Freire, Antonio Gramsci, maupun Ivan Illich yang mengkritisi pendidikan dan juga “sekolah”.
Sekolah masih dianggap sebagai satu-satunya lembaga dominan yang mengantarkan anak-anak kita kepada masa depan yang lebih baik. Nilai-nilai yang ditanamkan sekolah menjadi lebih dominan, ketimbang yang ada dalam keluarga.
Pendidikan alternatif yang muncul selain sekolah sudah pasti akan berada dalam wilayah pinggir, merangkak dan berproses untuk melawan dominasi “sekolah”.
Sebagai satu-satunya institusi yang dominan, sudah tentu sekolah mendapat perhatian, dukungan yang lebih dibanding dengan lembaga atau institusi pendidikan lain.
Di Indonesia, sekolah dan perhatian pemerintah kepadanya menjadi gambaran penting bagaimana “politik perhatian”, “politik wacana” dan aneka “politik kebijakan” pendidikan selalu dan terpaut dengan “sekolah” sebagai tangan panjang pemerintah.
Apa yang diungkap oleh Apple membuka mata kita tentang struktur kurikulum dan ideologi benar-benar bekerja di sekolah dalam konsep yang dianggap sebagai “ideal” namun penuh cacat dalam praktek dan realitasnya.
Sekolah dan juga “guru” telah berperan dalam mengukuhkan kekuasaan “sekolah” sebagai institusi yang mapan dan tanpa sadar memberikan dampak signifikan terhadap tata kelola pendidikan yang timpang dan melahirkan reproduksi ideologi yang samar.
Pola kerja guru sebagai perangkat terdepan dalam pendidikan yang mestinya meruntuhkan mitos sekolah dan membangun kesadaran kritis pendidikan, justru tidak berdaya saat berhadapan dengan kerja-kerja ideologis sekolah yang menunjukkan kekuasaan dan kurikulum bekerja kepada pelanggengan diskriminasi dan pembedaan layanan di sekolah.
Cara kerja sekolah yang tidak lepas dari dominasi kurikulum menunjukkan bahwa; apa yang dilakukan sekolah tidak bisa dilepaskan dari tujuan sekolah dan bagaimana struktur ideologi bekerja.
Michael W. Apple mengutip Sharp dan Green yang mengatakan: “Kepentingan siapa yang dilayani oleh sekolah, apakah orangtua dan anak-anak, ataukah para guru dan kepala sekolah?” dan kepentingan luas manakah yang dipenuhi oleh sekolah?”
Kritik Apple nampak dalam label “sekolah unggulan”, “sekolah bermutu” yang muncul dari pemerintah dan menyumbang dalam membagi konsep “sekolah berhasil” dan “sekolah gagal / belum berhasil” secara eksplisit.
Apple menawarkan konsep pendidikan kritis demokratis, serta membangun institusi alternatif yang memungkinkan pendidikan lepas dari dominasi ideologi dan kurikulum yang lebih manusiawi dan membebaskan.
- Tulisan ini sebelumnya terbit di koran Jawa Pos 10 Juli 2021
Pengasuh SD MBS Yogya, Penulis Buku Momong (2021)