Klaim agama terhadap kebenaran dirinya yang bersifat universal telah menutup pintu bagi terciptanya dialog, pertemuan, dan saling pengertian di antara berbagai pemeluk agama. Padahal, klaim ini telah mengingkari hakikat agama itu sendiri, sebab agama tidak bisa dilepaskan dari sejarah, kondisi sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Karena itu, pemahaman terhadap agama perlu direkonstruksi kembali untuk memperoleh pemahaman yang utuh dalam usaha menghindari penyalahgunaan otoritas agama untuk kepentingan manusia itu sendiri. Tentu saja, pendekatan yang digunakan secara ideal harus mengacu pada berbagai disiplin.
Di garis persimpangan ini, gagasan Robert N. Bellah mengenai “agama sipil” bisa digunakan untuk memperkaya pemahaman keagamaan sebagai ikhtiar untuk mengelak dari pengertian agama yang sempit, picik, dan tendensius.