Dalam banyak penelitian menunjukan bahwa dampak perubahan iklim yang makin cepat memberikan dampak lebih buruk pada perempaun dan anak. Hal ini terjadi karena sistem dan struktur masyarakat yang patriarkhi tidak memberikan banyak pilihan yang tersedia bagi perempuan untuk mengekspresikan pengalamannya sebagai bagian yang setara di dalam menghadapi krisis lingkungan (Shiva, 2005). Faktanya pengetahuan dan pengalaman perempuan dan laki-laki berbeda dalam memahami, mengartikulasikan, merefleksikan alam/lingkungan. Hal ini terjadi karena peran gender yang dibentuk oleh masyarakat bagi diri mereka juga berbeda. Persoalannya adalah bila pengetahuan dan pengalaman salah satu gender (laki-laki) kemudian dianggap ilmiah, terukur dan bisa mewakili masyarakat banyak. Krisis lingkungan yang terjadi sangat berkaitan dengan cara kita mengelola alam bersumber dari produksi/reproduksi pengetahuan lingkungan yang didominasi oleh pengatahuan yang maskulin dan ini yang menjadi acuan pengambil kebijakan dalam mengolah alam. Gambaran ini sangat jelas dalam dampak buruk dari tambang nasional seperti di Kalimantan Timur, Sawah Lunto-Sumatera Barat, Freeport di Timika-Papua, Molo-NTT, dll (Komnas Perempuan, 2010). Pandangan lainnya yang dibungkus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan partisipasi ekonomi perempuan melalui gerakan industri yang secara terstruktur dan masif masuk ke dalam dan mendominasi rumah pekerja yang merupakan area domestik perempuan.
Ekofeminisme II: Narasi Iman, Mitos, Air dan Tanah
Rp130,000
- Editor: Dewi Candraningrum
- Tebal: 400 halaman
- Ukuran: 15,5 x 23 cm
- Terbitan, Juni 2026
- ISSN: xxx-xxx
Kategori: Ekofeminisme
Produk Terkait
Ekofeminisme I: Dalam Tafsir Agama, Pendidikan, Ekonomi, dan Budaya
Rp130,000
- Editor: Dewi Candraningrum
- Tebal: 400 halaman
- Ukuran: 15,5 x 23 cm
- Terbitan, Juni 2025
- ISSN: xxx-xxx